Masih
terekam jelas dalam memoriku. Malam itu, pertengahan bulan maret, dalam
dinginnya gelap, bersama secercah kebahagiaan manusia.
Aku tak tau
mengapa malam itu menjadi tetesan yang menyengat, bagiku, bagi kami berlima.
Sebuah malam yang penuh lecutan kembang api, ditemani gerombolan awan putih
yang selalu dekat dengan bulan, ditambah dentuman melodi teratur dari orang
yang kuanggap memang pandai.
Disebuah
kampung diatas awan, dimana kalian tak akan menemukan bekas roda kendaraan bermotor,
kami tinggal untuk beberapa waktu. Pasti kalian kira kami mendududuki desa
terisolir? Layaknya penduduk dijaman purba?
Bukan!
Itulah kampung yang sesungguhnya, justru aku ingin lebih lama disana.
Saat malam
itu datang, kami telah menyiapkan kostum, baju hangat membungkus badan kami,
saat itu suhu kira-kira 15 derajat, cukup dingin untuk hawa di Indonesia.
Saat suara
gemuruh orang-orang tak bisa dibendung, temanku tiba-tiba terhentak
’Aww!’
hanya satu kata itu, segera aku bertanya
’Kenapa
nel?’ tanyaku agak janggung. Tak ada jawaban dari dia, kulihat mukanya pucat,
segera kuraih tanganya, panas. Rasanya seperti jagung yang sedang dibakar.
Kulihat dia membuka sepatu dan segera meraih kakinya, sentak aku ikut-ikutan.
Namun ajaib, kakinya dingin, lebih dingin dari udara dimalam itu, rasanya beku
seperti dibalut es. Tubuhnya terdiam sesaat, lunglai tak berdaya lalu
tertjatuh, tak bergerak.
Kami
berempat tak main takutnya, membayangkan hal konyol terjadi pada sahabatku itu.
Tita yang paling dekat dengan Nelly hampir membuat tempat kami berpijak banjir
air mata. Beruntung, 10 menit kemudian Nelly sadar.
Malam itu
tiba-tiba menjadi kembali merona, kami berlima segera mengatur barisan untuk
acara malam itu, tepat ditengah hamparan rumput hijau layaknya lapangan sepak
bola. Dingin menyengat, bercampur tiupan hawa hangat dari tumpukan kayu bakar
yang rela membakar dirinya untuk meramaikan suasana malam itu,hingga tersisalah
noda-noda hitam.
Satu hal
yang paling mengesankan, sebuah lagu berkumandang, lagu yang tak akan pernah
kalian dengarkan sebelumnya, dinyanyikan lirih, makna liriknya begitu dalam,
membuat malam itu menjadi hening. Sebuah lagu perpisahan.
Kabut
datang malam itu, bajuku hampir basah kuyup karenanya. Kutatap langit, ternyata
hanya ada dua bintang, entah kemana yang lain. Semenjak lagu tadi bersuara
ditelingaku, rasa hati campur aduk, aku tahu ini karena aku tak menginginkan
kebersamaan bersama sahabatku akan berakhir.
’ini adalah
malam perpisahan kita dengan tempat ini, bukan malam perpisahan antara kita
semua’ kata-kata itu terucap dari seorang temanku.
Kurasa
tidak, malam itu adalah malam perpisahan antara kita semua. Saat ini mungkin
raga kita masih sering bertemu, bibir masih berbincang bersama, dan matapun
masih melihatkan kalian yang masih tetap sama. Tapi ada yang hilang, aku tahu
itu, sebuah kata yang abstrak, yang tak mungkin akan kita dapat lagi.
13 Desember
2011.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Posting Komentar